Samarinda – Hampir setahun berlalu sejak kasus dugaan penyerobotan kawasan konservasi milik Universitas Mulawarman (Unmul) mencuat ke publik, namun hingga kini belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan. Situasi ini menuai kritik keras dari parlemen daerah, baik DPRD Kota Samarinda maupun DPRD Provinsi Kalimantan Timur.
Ketua Komisi II DPRD Samarinda, Iswandi, menyayangkan lambannya penyelidikan aparat penegak hukum terhadap perusakan kawasan Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS), yang merupakan bagian dari Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK).
“Ini sebenarnya mudah sekali. Tidak perlu masuk ke lokasi tambang, cukup lihat kerusakan lingkungannya. Dari sana bisa ditelusuri siapa yang bertanggung jawab,” ujar Iswandi (26/6/2025).
Ia mengingatkan bahwa sejak awal Polda Kaltim sudah menyampaikan komitmen untuk membongkar kasus ini. Namun hingga kini, belum terlihat langkah konkret di lapangan.
“Kalau begini caranya, berarti aparat tidak serius,” tegasnya.
Iswandi menilai, lambannya penegakan hukum hanya akan menjadi preseden buruk bagi perlindungan kawasan konservasi ke depan. “Kalau ini terus dibiarkan, ke depan akan banyak kasus serupa yang juga tak tuntas. Ini harus dihentikan,” katanya.
Kritik senada juga disampaikan Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Sarkowi V Zahry. Ia menuturkan, pihaknya sempat menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Polda Kaltim dan Gakkum KLHK, yang kala itu menjanjikan penetapan tersangka dalam dua pekan. Namun, hingga kini, tindak lanjutnya tak kunjung jelas.
“Kami sedang menyusun ulang jadwal pemanggilan. Semua pihak akan kami undang kembali: Polda, Gakkum, Unmul, aliansi rimbawan, dan instansi terkait lainnya,” ujar Sarkowi.
Ia juga berharap pemerintah pusat ikut memberi perhatian, minimal melalui kehadiran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam kunjungan ke Kaltim. Menurutnya, langkah itu bisa menjadi sinyal kuat bahwa negara tidak abai terhadap perusakan hutan pendidikan.
“Kalau wapres tidak bisa turun langsung, setidaknya Menteri Lingkungan Hidup bisa hadir. Itu sudah cukup untuk menunjukkan bahwa negara hadir dalam perlindungan kawasan hutan pendidikan,” ucapnya.
KRUS sejatinya berfungsi sebagai laboratorium alam dan zona konservasi untuk kepentingan pendidikan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebagian wilayahnya telah rusak parah. Aktivitas penggundulan, perambahan, dan bahkan pembangunan jalan hauling untuk truk tambang dilaporkan telah merambah kawasan tersebut.
Iswandi menegaskan, penegakan hukum lingkungan tak cukup hanya dengan pernyataan publik. Ia mendesak aparat untuk menunjukkan tindakan nyata agar kawasan hutan pendidikan tidak terus-menerus dikorbankan demi kepentingan ekonomi sesaat.
“Kalau tidak ada langkah tegas sekarang, jangan salahkan publik kalau ke depan makin tak percaya. Negara harus hadir, dan hadir secara serius,” pungkasnya.(Adv)







