Samarinda,Ā Ā ā Kunjungan Komisi III DPRD Kalimantan Timur ke wilayah KM 28 Desa Batuah, Kutai Kartanegara, menarik perhatian banyak pihak karena membahas persoalan krusial terkait aktivitas pertambangan dan bencana alam yang terjadi di sana.
Pada hari Selasa, 24 Juni 2025, kondisi cuaca yang terik dan suasana penuh ketegangan mewarnai diskusi antara warga setempat, perwakilan DPRD, dan pihak PT BSSR. Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang berlangsung pada 2 Juni lalu, sekaligus inspeksi lapangan bersama Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Pemerintah Kabupaten Kukar.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Akhmed Reza Fachlevi menjelaskan bahwa tujuan kunjungan adalah merespons keresahan masyarakat atas dugaan bahwa aktivitas tambang PT BSSR terkait dengan longsornya tebing di kawasan tersebut. Warga mencurigai bahwa lubang bekas tambang dan genangan air di area itu menjadi faktor penyebab bencana.
āKeputusan terkait insiden ini akan kami tunggu berdasarkan hasil investigasi independen yang dilakukan oleh inspektur tambang dari Dinas ESDM,ā ungkap Reza kepada awak media.
Ia menegaskan bahwa DPRD tidak akan mengambil keputusan sepihak dan akan menunggu laporan resmi sebelum menindaklanjuti. Jika ditemukan pelanggaran, usulan penegakan aturan akan disampaikan ke tingkat pusat melalui ESDM.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas ESDM Kaltim, Bambang Arwanto memaparkan tiga poin utama hasil kesepakatan bersama warga. Pertama, pemberian santunan kepada korban longsor. Kedua, penegasan status kepemilikan tanah dan rencana relokasi yang bukan sekadar sistem pinjam pakai. Ketiga, kejelasan penyebab longsor tersebut.
āKami telah menyepakati tiga tuntutan warga tersebut sebagai dasar langkah selanjutnya,ā jelas Bambang.
Dinas ESDM juga akan mengajukan surat resmi ke pemerintah pusat agar inspektur tambang segera diturunkan melakukan penyelidikan lebih lanjut. Hal ini dikarenakan warga masih meragukan temuan tim Universitas Mulawarman (Unmul) yang menyatakan longsor di KM 28 Batuah merupakan bencana alam.
āJika hasil investigasi menunjukkan adanya kesalahan dari pihak PT BSSR, maka mereka wajib bertanggung jawab. Namun jika bencana alam yang menjadi penyebab, tentu tidak ada pihak yang bisa disalahkan,ā tambah Bambang.
Koordinasi lebih lanjut antara Dinas ESDM dan Pemkab Kukar juga akan dilakukan untuk memastikan tindak lanjut atas kesepakatan tersebut.
Sementara itu, dari pihak PT BSSR, Donny Nababan selaku Kepala Teknik Tambang menegaskan bahwa perusahaan telah melaksanakan tanggung jawab sosial melalui bantuan sembako dan bantuan lain untuk masyarakat terdampak.
Donny juga menolak tudingan yang menyebut air di kolam bekas disposal tambang sebagai penyebab longsor, dengan alasan bahwa ketinggian air di kolam tersebut (134 meter di atas permukaan laut) jauh lebih rendah daripada lokasi longsor (147 meter).
āKolam tersebut hanya menampung air hujan, dan air tidak bisa mengalir ke tempat yang lebih tinggi. Selain itu, area disposal ini sudah menjalani tahap reklamasi sejak 2024,ā jelasnya.
Dia meminta masyarakat untuk bersabar menunggu hasil investigasi resmi yang obyektif, meskipun suasana sempat memanas di lokasi.
Meski diskusi sempat memanas, akhirnya tercapai tiga poin kesepakatan yang menjadi pijakan bersama. Warga berharap agar ada tindakan nyata berupa santunan, kepastian status lahan untuk relokasi, serta laporan hasil investigasi inspektur tambang yang transparan.
āHarapan kami adalah agar hasil investigasi dapat memberikan kepastian apakah longsor ini akibat hujan atau aktivitas tambang, karena masyarakat sangat menunggu kejelasan tersebut,ā tutupnya.(Adv)