Samarinda ā Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Ismail Latisi menyoroti kesejahteraan guru non-ASN di sekolah swasta Kota Samarinda.
āAkar persoalan ini terletak pada sistem penggajian yang sepenuhnya bergantung pada kemampuan finansial sekolah,ā katanya, Jumat (8/8/2025).
Meski sekolah menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah pusat maupun daerah, banyak guru swasta masih harus bertahan dengan gaji yang jauh di bawah standar kelayakan.
āJika jumlah murid sedikit dan iuran SPP rendah, otomatis pemasukan sekolah kecil. Dampaknya langsung terasa pada gaji guru,ā ujarnya.
Menurutnya, minimnya program unggulan membuat sejumlah sekolah swasta kalah bersaing dengan sekolah negeri dalam menarik calon siswa. Akibatnya, dana BOS yang diterima lebih sering digunakan untuk menutup kebutuhan operasional dasar ketimbang meningkatkan kesejahteraan guru.
Perbandingan dengan guru ASN semakin menegaskan kesenjangan. Guru negeri menikmati gaji tetap, tunjangan, dan jenjang karir jelas, sementara guru swasta harus hidup dalam ketidakpastian finansial.
āPemerintah tidak boleh hanya berhenti pada penyaluran BOS. Harus ada perlindungan sosial dan insentif yang memadai bagi guru swasta,ā tegas Ismail.
Ia menyarankan program seperti Gratispol dari Pemprov Kaltim dioptimalkan agar mencakup guru swasta yang selama ini luput dari perhatian. Mengingat jumlah sekolah swasta di Samarinda justru lebih banyak dibanding sekolah negeri, pencabutan insentif akan membuat guru swasta hanya bergantung pada gaji yayasan yang kerap jauh dari layak.
āKualitas pendidikan tidak akan maksimal jika kesejahteraan gurunya diabaikan,ā pungkasnya. (Adv/DPRD Samarinda)