Samarinda – DPRD Kota Samarinda menyoroti kembali penanganan anak terlantar dan anak berkebutuhan khusus yang dinilai masih terhambat regulasi kaku dari pemerintah pusat.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, mendesak Kementerian Sosial (Kemensos) memberikan fleksibilitas kebijakan agar daerah dapat bergerak lebih cepat dan tepat dalam menangani kasus-kasus sosial.
“Seharusnya aturan dibuat sesuai kebutuhan di lapangan, sehingga bisa bertindak cepat dan tepat,” ujar Puji, Jumat (1/8/2025).
Puji menilai, kasus anak terlantar yang mencuat belakangan ini harus menjadi momentum untuk memperkuat layanan sosial, termasuk pembangunan panti khusus anak berkebutuhan khusus dan rumah aman dengan pendampingan jangka panjang.
Menurutnya, salah satu hambatan serius adalah aturan yang membatasi masa penampungan anak di rumah singgah hanya maksimal 15 hari. “Banyak anak korban kekerasan atau terlantar membutuhkan pendampingan berbulan-bulan. Regulasi ini tidak realistis,” tegasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa pemerintah kota tidak memiliki kewenangan penuh untuk mendirikan panti sosial, karena hal tersebut menjadi wewenang pemerintah provinsi. Kondisi ini dinilai kontradiktif, sebab saat terjadi kasus sosial, pemerintah kota yang pertama kali diminta bertanggung jawab, namun dengan peralatan dan kewenangan yang terbatas.
“Kalau daerah mau turun langsung, beri keleluasaan. Jangan semua harus lewat prosedur birokrasi yang panjang,” ujarnya.
Puji menegaskan, DPRD Samarinda akan terus mendorong Kemensos untuk memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah.
“Tanpa pelonggaran aturan, penanganan masalah sosial akan terus berjalan lambat dan tidak menyentuh akar persoalan,” pungkasnya. (Adv/Dprd Samarinda)