Samarinda – Pembangunan Terowongan Gunung Manggah di Samarinda, Kalimantan Timur, menuai keluhan dari warga sekitar. Hilir mudik truk pengangkut tanah hasil pengerukan terowongan menyebabkan jalan berdebu saat cuaca panas dan bergelombang.
Terowongan sepanjang 690 meter ini dibangun untuk mengurai kemacetan di kawasan Jalan Otto Iskandardinata, khususnya di Gunung Manggah. Terowongan ini akan menghubungkan Jalan Sultan Alimuddin dengan Jalan Kakap.
Sekretaris Komisi III DPRD Kota Samarinda, Muhammad Novan Syahronny Pasie mengatakan, pihak kontraktor harus memikirkan keselamatan di sekitar lingkungan proyek.
“Bukan hanya keselamatan kerja, tetapi juga keselamatan lingkungan kerja. Jangan sampai menimbulkan polemik dan polusi seperti yang pernah dikeluhkan masyarakat, masalah debu serta kerusakan jalan,” kata Novan kepada wartawan.
Dia menambahkan, jalan yang rusak biasanya akan diperbaiki setelah pengerjaan selesai, tetapi sebaiknya pihak kontraktor memikirkan keselamatan lingkungan sekitar proyek dengan cara menambal sementara jalan yang rusak.
“Nantinya ada dilakukan perbaikan kembali setelah pekerjaan selesai, tapi hari ini bagaimana proses pekerjaan ini tidak mengindahkan kaidah tentang keselamatan kerja atau keselamatan lingkungan di sekitar pekerjaan,” ucap politisi Partai Golkar ini.
Novan juga mengungkapkan, dalam suatu proyek biasanya selalu mengedepankan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), sehingga semestinya pelaksana proyek memberikan tanda atau rambu sebagai pemberitahuan kepada pengguna jalan lain kalau ada kerusakan, meskipun telah ditambal sementara.
“Ini perlu ada rambu-rambu karena proyek ini dikerjakan di daerah yang lalu lintasnya cukup padat. Paling tidak diberikan rambu walaupun jalan rusak itu sudah ditambal sementara, karena biasanya tertuang dalam peraturan K3-nya,” katanya.
Pembangunan terowongan ini ditargetkan rampung pada tahun ini. Biaya pembangunannya mencapai Rp 395,7 miliar dengan masa kontrak kerja 18 sampai 22 bulan. (Adv/DPRD Kota Samarinda)