Ketua DPRD Kaltim Tekankan Pengembalian SMAN 10 ke Lokasi Asal Sesuai Keputusan Mahkamah Agung

FOTO: Suasana Kegiatan RDP Komisi IV DPRD Kaltim (Ist)

Samarinda – Polemik panjang terkait keberadaan SMA Negeri 10 Samarinda akhirnya memasuki babak krusial. Ketua DPRD Kalimantan Timur, Hasanuddin Mas’ud, dengan tegas meminta Pemerintah Provinsi Kaltim untuk segera melaksanakan keputusan Mahkamah Agung yang mewajibkan sekolah tersebut kembali beroperasi di lokasi semula, yakni Jalan H.A.M. Rifaddin, Kecamatan Samarinda Seberang.

Pernyataan itu disampaikan dalam forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi IV DPRD Kaltim, Senin, (19/5/2025).

Bacaan Lainnya

Menurut Hasanuddin, SMA 10 sejak awal berdiri pada 2006 merupakan program unggulan Pemerintah Provinsi, namun polemik muncul setelah kerja sama dengan Yayasan Melati berakhir pada 2010.

“Hubungan hukum antara Dinas Pendidikan dan Yayasan Melati sudah selesai sejak 2010. Ada dokumen resmi dari pihak yayasan yang menyatakan penghentian kerja sama,” ujarnya.

Hasanuddin juga menegaskan bahwa status lahan dan gedung sekolah sudah final secara hukum. Ia merujuk putusan Mahkamah Agung Nomor 72 PK/Pdt.G/2017 yang menyatakan bahwa tanah tersebut adalah milik Pemprov Kaltim, dan Yayasan Melati tidak lagi memiliki hak menempati lahan itu.

“Bangunan sekolah dibiayai oleh APBD, nilainya lebih dari Rp13 miliar. Jadi tidak ada dasar bagi klaim bahwa infrastruktur itu milik yayasan,” tegasnya.

Polemik makin memanas sejak pemindahan SMAN 10 ke kawasan Education Center Sempaja pada 2021. Langkah itu telah dibatalkan melalui putusan pengadilan yang menolak upaya kasasi oleh Dinas Pendidikan. Hasanuddin menyebut bahwa keputusan tersebut bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat.

“Negara ini menjunjung supremasi hukum. Kalau sudah ada putusan inkrah, maka semua pihak wajib menjalankannya. Tidak ada alasan untuk menunda pengembalian sekolah,” katanya.

Hasanuddin juga meminta Pemprov Kaltim segera mengamankan aset sekolah, termasuk lahan seluas 12 hektare dari potensi penyalahgunaan pihak lain. Ia memperingatkan agar Yayasan Melati tidak melakukan aktivitas apa pun tanpa dasar hukum yang jelas.

“Jika ingin tetap berada di atas lahan itu, harus ada mekanisme sewa resmi dan peruntukannya harus jelas, yakni untuk kepentingan SMAN 10. Selain itu, tidak boleh ada pembangunan tanpa persetujuan pemerintah,” ucapnya.

Menyangkut Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2025/2026, Hasanuddin menegaskan bahwa prosesnya harus dilaksanakan di lokasi semula, sebagai bentuk pelaksanaan putusan pengadilan dan tanggung jawab moral terhadap masyarakat Samarinda Seberang.

“Siswa baru wajib ditempatkan di kampus Rifaddin. Kelas 11 dan 12 yang sudah berada di Education Center dapat menyelesaikan pendidikannya di sana. Ini solusi transisi yang adil,” tambahnya.

Di akhir pernyataannya, Hasanuddin menegaskan bahwa langkah ini tidak dilandasi kepentingan politik atau tekanan apa pun, melainkan sebagai bentuk komitmen terhadap hukum dan perlindungan terhadap aset publik.

“Semua ini bukan soal emosional atau tekanan kelompok. Ini soal keadilan, hukum, dan kepentingan pendidikan generasi muda kita,” tutupnya.(Adv)

Pos terkait