Kisah Inspratif  Yurni Handayani  Dari Pengajian Rumahan hingga Menjadi Grand Finalis Pemuda Pelopor Tingkat Nasional

Yurni Handayani, Sosok Perempuan Inspiratif Kota Samarinda

Samarinda- Perjuangan Yurni Handayani, seorang perempuan dari Kota Samarinda yang gigih mencapai hasil tak akan berakhir sia-sia, dirinya yang bermula dari kegiatan tingkat rumahan hingga dapat merahin gelar nasional.

Pada ajang pemilihan pemuda pelopor tingkat nasional 2023 tersebut, yurni berhasil masuk sebagai grand finalis. Wanita itu berhasil menjadi juara 3 di bidang bidang pendidikan mewakili Kalimantan Timur (Kaltim) pada acara yang dilaksanakan oleh Deputi Bidang Pengembangan Pemudadan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora RI).

Proses seleksi atau rekrutmen dimulai dari penerimaan berkas berlangsung sejak pada Juni 2023 silam sebanyak 108 dari 26 provinsi. Selanjutnya dilakukan seleksi administrasi, hingga ditentukan calon Pemuda Pelopor Tingkat Nasional sebanyak 60 orang terpilih dari 26 provinsi, yang terbagi dalam lima bidang.

Kisah Yurni dimulai pada seleksi tingkat Kota samarinda dan berhasil melaju ke tingkat Provinsi. Berbuah positif, Wanita itu berhasil naik ke tingkat Nasional. Kemudian Kegiatan penjurian Pemilihan Pemuda Pelopor Tingkat Nasional di Hotel Ciputra lantas memunculkan dari tiga pemuda terbaik pada masing-masing bidang, dengan jumlah 15 peserta masuk ke babak Grand Final dan penentuan juara.

Adapun para juara pertama Pemuda Pelopor 2023 yaitu Amir Khaeruddin dari Lampung untuk bidang Pendidikan, Sandi Agustinus dari Kalimantan Selatan untuk bidang Agama Sosial Budaya, Govvinda Yuli Effendi dari Sumatera Barat untuk bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam, Lingkungan, dan Pariwisata, Teguh Fajar Santosa dari Jawa Tengah untuk bidang pangan; serta Intan Josefin Purba dari Sumatera Utara untuk bidang Inovasi Teknologi.

Meskipun hanya berhasil meraih peringkat ketiga, bagi Yurni itu sudah cukup membuatnya bangga.

“Terharu bukan karena pencapaian yang didapat sekarang. Tapi masa lalu dari proses yang buat diriku menjadi seperti saat ini.
Rekam jejak air mata serta jatuh bangun itu yang buat aku mampu bangkit dengan semua rasa payah yang sudah dilalui. Aku jadi ingat satu nasehat ‘Jika kamu ikhlas tanpa meminta maka dengan begitu semesta akan memberi lebih banyak tanpa kamu minta”, katanya saat dikonfirmasi.

Sebelum sampai ketahap ini, semuanya bermulai dari tahun 2008, rumah papan berukuran 10×20 yang berada di Jalan Anggur nomor 06 RT 56 Kelurahan Sidodadi, Samarinda Ulu menjadi saksi awal perjuangan perempuan kelahiran 24 Agustus 1996 itu.

Dia memanfaatkan waktu luangnya pada usia 16 untuk mengajar anak-anak disekitar kawasan kebun sayur baca tulis dan belajar mengaji.

“Dulu itu banyak saya dengar keluhan orang tua, mereka bingung ingin membatasi waktu bermain anak dengan kegiatan positif lain, akhirnya saya inisiatif. Kujadikanlah rumah orang tua untuk tempat mereka belajar setelah bermain dan kegiatan formalnya seperti disekolah,” papar uning.

Lebih Lanjut, perempuan yang baru lulus SDN 006 Samarinda ini mulai senang interaktif bersama anak-anak kecil. Dia mulai mengembangkan diri untuk mendorong bakatnya. Terlebih setelah masuk di Pendidikan Sekolah Menengah Pertama, SMPN 7 Samarinda. Kegiatan mentoring jadi upaya dirinya untuk meningkatkan softskill seperti publik speaking.

Kesadarannya tercipta dari menyaksikan belasan anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) sedang asik bermain. Baginya itu adalah masanya, bermain. Namun kadang tak mengenal waktu, bisa hingga larut waktu bermain.

“Saya kembali berfikir, perlu intensitas tinggi ini untuk mendorong ke kegiatan hingga bakat anak-anak yang begitu aktif ini untuk lebih positif,”terangnya.

Mengaitkan perihal lingkungan hidup yang tak layak anak, seperti aktif arena judi. Sabung ayam juga tak terelakan, kerap berlangsung dilingkungan. Remaja mabuk-mabukan juga secara terang-terangan. Hal itu menjadi motivasi baginya untuk potong generasi supaya tidak mengikuti jejak tersebut kemudian menjadi aktivitas positif.

Pada tahun 2010, anak-anak yang dikumpulkan terus bertambah. Pembelajaran juga bertambah. Selain baca tulis dan belajar Al-Qur’an, ditambah dengan mengulang memori pelajaran dibangku sekolah anak.

Dirinya kemudian mengelompokkan anak dari segi usia. Usia yang lebih tua mengajari anak usia dibawahnya, seperti yang sudah Al-Qur’an mengajari yang Iqro. Jenjang pembelajaran terus berlanjut, anak-anak yang belajar pun terus bertambah.

“Waktu itu kemudian kita buatkan kelompok pengajian, namanya pengajian Nurul hidayah tapi pelajarannya random atau acak. Tidak melulu Al-Qur’an, tapi juga pelajaran sekolah,”imbuhnya.

Yurni yang masih belia itu mulai tumbuh dewasa, tahun 2012-2014 dia melanjutkan pendidikan di SMAN 5 Samarinda. Bersamaan dengan itu Yurni pindah tempat tinggal, jaraknya tak jauh dari tempat semula. Tepatnya di Gang SD, RT 57 Kelurahan Sidodadi, Samarinda Ulu. Disana dia lebih eksploitatif. Rumah dengan sedikit penghuni berubah layaknya rumah singah. Segala aktivitas dibangun. Mulai mentoring, kajian hingga diskusi-diskusi.

Hal ini juga memicu semangat anak-anak untuk terus belajar. Bersama sebagian anak-anak didiknya yang mulai tumbuh dewasa, mereka berinisiatif membangun perpustakaan mini. Tak lain untuk mendorong minat baca anak.

“Dirumah atas (sebutan rumah tempat tinggalnya yang baru) kita mulai mengembangkan banyak kegiatan, kita bagi berdasarkan kelompok umur. Jadi kegiatan itu sudah bervariasi,”

“Nah, dari perpustakaan ini ternyata anak-anak senang juga. Walaupun kadang cuman lihat-lihat gambarnya buku. Ada juga yang baca. Setidaknya dengan begitu ada pemicu semangat untuk mereka buka buku, Alhamdulillah ternyata dari ini kemudian banyak dari pihak luar yang sumbangkan bukunya”sambungnya lagi.

Hal seperti ini terus berlanjut hingga Yurni melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi pada tahun 2014. Dia mengambil jurusan Biologi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mulawarman (Unmul).

Dari perguruan tinggi, pola pikir kian berkembang. Tercetus dipikirannya agar anak-anak didiknya tidak sebatas berkumpul dan belajar. Sehingga dia mencoba menjadikannya seperti sebuah yayasan agar anak-anak bisa keluar dengan selembar Ijazah.

Ternyata semangat itu disambut positif orang tuanya. Lahan kosong milik keluarga kemudian dipinjam, dibangun untuk yayasan yang diberi nama “Kaindea Studi Center”. Uning mengawalinya dengan membentuk PAUD dan TK yang diberi nama Cakrawala Kaki Langit (Cakala).

“Kaya mimpi aja, dulu tidak pernah terbayang bakal punya ini (yayasan). Alhamdulillah ini sebagai satu langkah maju dari proses yang terus kujaga sampai sekarang. Karena memang iya senang aja sama anak-anak,”jelasnya.

Waktu berlalu, yayasan terus berjalan. Anak-anak didiknya dahulu kini membersamainya sebagai tenaga pengajar di Yayasan yang dia bangun. Diluar dari itu mereka membentuk guru les privat. Peserta didiknya bukan saja dari lingkungan sekitar tetapi juga datang dari luar.

“Karena proses ini, tahun 2022, kebetulan ada seleksi Pemuda pelopor. Saya tidak tau itu. Lalu Kaka sepupuku masukan berkas. Tidak tau apa-apa tiba-tiba ikut seleksi begitu aja, tapi waktu itu tidak lolos, coba-coba aja kan waktu itu,”terangnya.

Karena kegiatannya yang masih terus berlanjut, tahun 2023 kemudian dihubungi lagi panitia seleksi Pemuda pelopor tingkat kota Samarinda untuk kembali mengikuti seleksi.

“Awalnya gak niat, karena mau fokus aja kegiatan. Karena sekarang juga sedang menempuh pendidikan S2. Jadi agak susah bagi waktu. Setelah dipertimbangkan coba dulu lagi ikut, dan Alhamdulillah ternyata bisa tembus sampai nasional,”beber Yurni.

Dari hasil seleksi tersebut ternyata mengantarkanya ke posisi ke tiga di bidang pendidikan. Sementara peringkat ke dua diraih oleh Muntaz Soraya Perwakilan dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung lalu peringkat pertama daraih Amir Khaeruddin dari Lampung. (Kurniawan)

Pos terkait