SAMARINDA – Komisi II DPRD Kota Samarinda menilai pertumbuhan ritel modern di Samarinda sudah memasuki tahap yang mengkhawatirkan, menyusul lonjakan pengajuan izin yang disebut mencapai ratusan unit. Kondisi tersebut dinilai tidak sejalan dengan kemampuan regulasi yang ada dalam mengendalikan arah penataan kota.
Ketua Komisi II DPRD Samarinda, Iswandi, menyebut Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 9 Tahun 2015 tentang pedoman penataan pasar rakyat, pusat perbelanjaan, dan toko swalayan sudah tidak mampu mengikuti dinamika ekonomi saat ini. Beberapa ketentuan di dalamnya bahkan dinilai dapat memicu kerugian bagi pedagang tradisional dan pelaku UMKM.
“Perwali ini sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang. Ada pasal-pasal yang bisa merugikan usaha kecil jika tidak segera diperbaiki,” tegasnya.
Menurut Iswandi, lemahnya pengawasan terhadap perkembangan ritel modern memperburuk situasi. Evaluasi tahunan yang seharusnya menjadi dasar pengendalian disebut belum berjalan optimal, sehingga sejumlah persoalan di lapangan tidak tertangani dengan baik.
Komisi II juga meminta Pemerintah Kota Samarinda untuk menahan sementara penerbitan izin baru sampai seluruh persoalan terkait izin lama diselesaikan. Iswandi menilai langkah tersebut penting agar pemerintah memiliki ruang untuk menata kembali zonasi, pengawasan, dan kesesuaian usaha dengan kebutuhan kota.
Ia menekankan bahwa keberadaan ritel modern memang tidak bisa dilepaskan dari perkembangan ekonomi daerah. Namun, perlu ada pengaturan tegas agar kehadirannya tidak mematikan pasar tradisional yang selama ini menjadi ruang ekonomi masyarakat kecil.
Melihat besarnya celah pada regulasi saat ini, DPRD Samarinda membuka peluang untuk merumuskan peraturan daerah (perda) baru tahun depan. Aturan tersebut diharapkan mampu menjadi payung hukum yang lebih adaptif dan responsif terhadap perkembangan sektor ritel modern.
“Kami akan terus mengawal evaluasi izin dan pembahasan regulasi baru,” tutup Iswandi.(adv)







