Samarinda ā Longsor yang kembali terjadi di RT 22, Jalan Belimau, Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara, kembali menyoroti lemahnya kesiapan menghadapi bencana di wilayah perkotaan yang berbatasan langsung dengan kawasan perbukitan.
Kejadian ini tidak hanya menimbulkan keprihatinan di kalangan masyarakat, tapi juga memicu kritik tajam dari legislator, terutama Subandi, anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur.
Subandi mengungkapkan kekecewaannya terhadap pendekatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang dinilai kurang efektif.
Menurut dia, meski BPBD sudah memiliki rencana mitigasi bencana, implementasinya lebih bersifat reaktif dan kurang mengutamakan pencegahan. āMitigasi bukan hanya sekadar bertindak setelah bencana terjadi. Harus ada upaya mengenali tanda-tanda sebelum bencana datang,ā ujarnya, menekankan pentingnya pemetaan risiko berbasis data yang valid.
Subandi menyebut kawasan Lempake seharusnya menjadi fokus prioritas karena lokasinya yang berada di daerah rawan longsor, dengan topografi perbukitan dan permukiman padat yang rentan terdampak. Namun, respons yang diberikan pemerintah selama ini dianggap lamban dan minim tindakan preventif.
Ia mendesak BPBD untuk tidak hanya menjalankan program tahunan secara rutinitas, tapi juga membangun sistem informasi kebencanaan yang transparan dan mudah diakses masyarakat. Informasi terkait titik rawan longsor bisa menjadi alat edukasi sekaligus peringatan dini bagi warga sekitar.
Selain itu, Subandi menyoroti pentingnya perhatian serius pada aspek infrastruktur dalam mitigasi bencana. Berbagai fasilitas umum seperti terowongan, saluran air, dan dinding penahan tanah di kawasan rawan haruslah didesain dan diuji agar tahan terhadap kondisi ekstrim.
āMitigasi harus melewati pemeriksaan teknis yang ketat. Apakah struktur infrastruktur mampu menahan beban saat hujan deras? Bagaimana sistem drainasenya? Ini harus diaudit secara berkala,ā jelasnya.
Tidak hanya memberikan kritik, Subandi juga mengusulkan pembentukan tim khusus yang terdiri dari tenaga ahli dan memiliki pemahaman mendalam tentang karakteristik geografis Samarinda. Sinergi antara lembaga pemerintah dan akademisi dinilai krusial untuk menciptakan peta risiko yang akurat dan adaptif terhadap perubahan iklim.
Ia juga mendorong pemerintah kota agar memperluas program edukasi kebencanaan bagi masyarakat, terutama yang tinggal di daerah rawan longsor. Kesadaran warga, menurutnya, adalah benteng pertama dalam menghadapi ancaman alam.
āKita harus bertransformasi dari pendekatan reaktif ke preventif. Di tengah perubahan iklim yang ekstrem, kesiapan menghadapi risiko harus ditingkatkan,ā tegas Subandi.
Sebagai wakil rakyat, ia menegaskan DPRD Kaltim akan terus memantau pelaksanaan kebijakan kebencanaan serta berupaya memperkuat kapasitas BPBD melalui peningkatan anggaran dan pengembangan sumber daya manusia.
Langkah ini dianggapnya vital sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah melindungi keselamatan masyarakat.(Adv)