Musyawarah Desa Ponoragan Loa Kulu Wujudkan Demokrasi Nyata

Tenggarong – Di Desa Ponoragan, Kecamatan Loa Kulu, Tenggarong, semangat demokrasi mengalir hidup melalui musyawarah desa yang menjadi jantung pengambilan keputusan. Musyawarah Jadi Fondasi Demokrasi di desa ini, di mana warga tidak hanya dilibatkan, tetapi menjadi penggerak utama dalam merancang masa depan pembangunan.

Kepala Desa Ponoragan, Sarmin, dengan penuh semangat menjelaskan bahwa musyawarah bukan sekadar formalitas. “Kami percaya Musyawarah Jadi Fondasi Demokrasi. Setiap keputusan harus lahir dari diskusi terbuka bersama warga, sehingga mencerminkan kebutuhan dan harapan mereka,” ujarnya dengan tegas.

Bacaan Lainnya

Proses musyawarah di Ponoragan dimulai dari tingkat terkecil, yaitu Rukun Tetangga (RT). Warga secara aktif menyampaikan usulan, mulai dari perbaikan jalan, saluran irigasi, hingga program pemberdayaan. Selanjutnya, usulan ini dibahas dalam musyawarah dusun, lalu diputuskan dalam musyawarah desa (musdes). “Kami memastikan semua suara didengar. Meski tidak semua usulan langsung terwujud, kami catat untuk diprioritaskan di masa depan,” tambah Sarmin.

Transparansi menjadi kunci dalam pendekatan ini. Informasi tentang rencana pembangunan, anggaran, hingga progress proyek dipajang di papan pengumuman dan baliho desa. “Warga berhak tahu setiap langkah yang kami ambil. Ini memperkuat kepercayaan dan rasa memiliki terhadap pembangunan,” ungkap Sarmin, sembari tersenyum.

Lebih dari sekadar membangun infrastruktur, musyawarah di Ponoragan mendorong kesadaran kolektif. Warga yang terlibat dalam perencanaan cenderung lebih peduli dan turut menjaga hasil pembangunan, seperti jembatan atau fasilitas umum. “Melalui musyawarah, kami tidak hanya membangun desa, tetapi juga mempererat gotong royong,” katanya.

Musyawarah Jadi Fondasi Demokrasi di Ponoragan juga mencerminkan kedaulatan rakyat. Dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), tokoh masyarakat, dan warga umum, setiap keputusan diambil secara adil dan akuntabel. “Ini bukan hanya tradisi, tetapi cerminan demokrasi sejati di tingkat desa,” tutup Sarmin dengan penuh keyakinan.

Praktik ini menjadi inspirasi bahwa demokrasi yang hidup tidak hanya terjadi di panggung nasional, tetapi juga di desa-desa, di mana suara warga menjadi penentu arah masa depan.

Pos terkait