SAMARINDA ā Dalam upaya meningkatkan penanggulangan bencana di Kota Samarinda, Komisi III DPRD setempat berencana merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2017 mengenai Penanggulangan Bencana.
Anggota Komisi III, Abdul Rohim, menekankan bahwa perubahan regulasi ini diperlukan agar aturan yang ada lebih responsif terhadap tantangan yang dihadapi masyarakat dalam menghadapi bencana.
Abdul Rohim menyatakan bahwa revisi perda ini sangat krusial mengingat masih banyak isu yang belum diatur dalam peraturan sebelumnya. “Kita masih best practice juga ke beberapa daerah,” ujarnya pada media saat di temui Sabtu (8/3/2025). Untuk itu, DPRD berencana melakukan studi banding ke daerah lain guna mengadopsi praktik terbaik yang telah terbukti efektif dalam penanggulangan bencana. Rencananya, pada hari Rabu mendatang, mereka akan mengundang Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk berdiskusi lebih lanjut mengenai isi dari perda yang akan direvisi.
Salah satu aspek penting yang akan dibahas adalah keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana. Abdul Rohim menekankan bahwa partisipasi aktif warga sangat penting dalam setiap tahap, mulai dari pencegahan hingga pemulihan. “Kita ingin memastikan bahwa setiap individu memiliki pemahaman dan keterampilan untuk menghadapi situasi darurat,” jelasnya. Dengan demikian, diharapkan akan tercipta kesadaran kolektif dan tanggung jawab bersama dalam menjaga keselamatan lingkungan.
Revisi perda juga akan mencakup ketentuan mengenai sanksi bagi pihak-pihak yang melanggar aturan dan berkontribusi pada terjadinya bencana. “Dengan adanya sanksi, diharapkan semua pihak dapat lebih disiplin dalam mengikuti aturan yang ditetapkan,” tambah Abdul Rohim. Ia juga mengusulkan pembentukan tim ad hoc untuk memantau pelaksanaan perda ini agar sesuai dengan ketentuan yang diatur. “Kami ingin memastikan bahwa semua item yang diperlukan untuk penanggulangan bencana terakomodir dengan baik dalam revisi perda ini,” ujarnya.
Samarinda memiliki tingkat risiko bencana yang tinggi, termasuk banjir, longsor, dan kebakaran hutan. Berdasarkan informasi dari BPBD, kota ini berada pada kategori risiko menengah hingga tinggi. “Hasil presentasi dari BPBD menunjukkan bahwa kita berada pada level risiko menengah hingga tinggi,” ungkap Abdul Rohim. Oleh karena itu, revisi perda ini diharapkan dapat menjadi langkah proaktif untuk mengurangi risiko bencana dan melindungi masyarakat.
Abdul Rohim optimis bahwa dengan adanya regulasi yang lebih komprehensif, dampak negatif dari bencana dapat diminimalisir secara signifikan. “Kami percaya bahwa dengan peraturan yang lebih baik, kita bisa meminimalisir dampak negatif dari bencana,” tegasnya. Ia juga menekankan pentingnya disiplin dalam pembangunan infrastruktur di daerah-daerah rawan bencana. “Jika berdasarkan pemetaan BPBD suatu daerah memiliki risiko tinggi, maka sebaiknya tidak ada pembangunan pemukiman di area tersebut,” pungkasnya.
Dengan langkah-langkah ini, DPRD Kota Samarinda berharap dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat. (Adv/my)