Samarinda – Polemik tunggakan gaji eks karyawan Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) kembali mencuat. DPRD Samarinda menilai manajemen rumah sakit swasta tersebut tidak bisa lagi berdalih kesulitan keuangan, terlebih saat ini tengah menyiapkan langkah penjualan aset.
Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Anhar, menegaskan bahwa akar persoalan terletak pada kebijakan manajemen yang dinilai tidak profesional. Ia menolak anggapan bahwa penutupan rumah sakit dipicu oleh kinerja tenaga medis.
“RSHD tidak tutup karena ulah perawat. Semua karyawan sudah bekerja sesuai SOP, bahkan kesalahan kecil langsung diberi sanksi. Tapi ketika menuntut hak, justru diabaikan. Ini jelas kelalaian manajemen,” ujarnya, Selasa (23/9/2025).
Anhar menambahkan, tuntutan karyawan sebenarnya sederhana: pembayaran gaji yang tertunggak serta hak pesangon sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja. Menurutnya, hak pekerja wajib dipenuhi meski perusahaan berhenti beroperasi.
“Perusahaan boleh tutup, itu hak manajemen. Tapi hak karyawan tetap wajib dibayarkan. Jangan undang-undang hanya dipakai ketika menguntungkan perusahaan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Anhar mengingatkan bahwa RSHD selama bertahun-tahun memperoleh keuntungan dari kerja keras para karyawannya. Karena itu, alasan tidak sanggup membayar gaji dinilai tidak masuk akal.
“Manajemen seharusnya menyelesaikan kewajiban finansial terhadap pekerja sebelum berbicara soal kebangkrutan atau penjualan aset,” katanya.
Situasi ini, lanjut Anhar, mencerminkan masih adanya ketimpangan hubungan industrial di sektor swasta. Banyak pekerja sering menjadi pihak terakhir yang diprioritaskan ketika perusahaan mengalami kesulitan.
“Langkah karyawan menuntut haknya sangat wajar. Kalau mereka marah, jangan disalahkan. Tanpa tenaga kerja, rumah sakit tidak mungkin bisa beroperasi,” pungkasnya. (Adv/DPRD Samarinda)







