DPRD Samarinda Soroti Budaya Diam Jadi Penghalang Utama Ungkap Kasus Kekerasan Anak

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti

Samarinda– Upaya perlindungan anak dari kekerasan di Kota Samarinda dinilai masih menghadapi tantangan serius, terutama akibat budaya diam yang mengakar di tengah masyarakat. Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, menegaskan bahwa sikap bungkam dari orang-orang terdekat korban menjadi penyebab utama banyaknya kasus kekerasan yang gagal terungkap.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), tercatat 189 kasus kekerasan terhadap anak di Samarinda pada tahun 2023. Angka itu menurun menjadi 150 kasus di 2024, dan hingga Mei 2025 tercatat 87 kasus. Namun demikian, angka tersebut belum mencerminkan perbaikan yang signifikan karena kekerasan seksual tetap menjadi bentuk kekerasan paling dominan.

Bacaan Lainnya

ā€œTidak semua tempat bisa diawasi negara. Perlu keberanian dari lingkungan sekitar korban untuk mengungkapkan. Karena seringkali, justru orang terdekat memilih diam,ā€ ujar Puji (21/6/2025).

Menurut Puji, banyak kasus ditutupi oleh pihak keluarga dengan alasan takut stigma atau malu. Sikap tersebut, lanjutnya, justru memperparah kondisi psikologis korban dan menghambat proses pemulihan.

ā€œHarusnya dilaporkan. Itu bagian dari tanggung jawab kita sebagai orang tua dan warga negara,ā€ tegas politisi dari Partai Demokrat ini.

Ia mengungkapkan bahwa akibat dari pembiaran tersebut, banyak anak korban kekerasan yang mengalami trauma berkepanjangan tanpa mendapatkan penanganan yang layak. Oleh karena itu, ia mendorong semua elemen, termasuk sekolah dan aparat penegak hukum, untuk aktif dalam deteksi dini dan pelaporan kekerasan.

ā€œKalau ada bukti pelanggaran, beri sanksi tegas. Jangan hanya sebatas mutasi atau teguran. Anak-anak butuh keadilan,ā€ serunya.

Puji juga menyoroti pentingnya edukasi kepada masyarakat agar tak lagi menganggap kekerasan terhadap anak sebagai persoalan privat atau aib keluarga. Menurutnya, perlindungan anak harus menjadi prioritas bersama yang tidak bisa hanya dibebankan pada pemerintah atau lembaga tertentu.

ā€œKalau budaya diam ini terus dibiarkan, kekerasan terhadap anak akan terus berulang. Anak-anak kita butuh perlindungan nyata, bukan pembiaran demi menutupi rasa malu,ā€ pungkasnya.(Adv)

Pos terkait