Samarinda– Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Sri Puji Astuti, menyoroti maraknya praktik penghulu liar yang diduga menjadi pemicu meningkatnya kasus pernikahan dini di kota ini. Fenomena tersebut dinilai menjadi penghambat besar dalam upaya mewujudkan Samarinda sebagai Kota Layak Anak (KLA).
“Kasus pernikahan dini masih sering terjadi. Bahkan sampai sekarang masih ada praktik nikah sirih yang dilakukan oleh penghulu liar. Ini jelas merusak masa depan anak-anak kita,” ujar Puji (16/6/2025).
Puji menilai pernikahan dini bukan hanya persoalan sosial, tetapi juga menjadi tantangan serius dalam menjalankan program wajib belajar 12 tahun. Ia menekankan pentingnya peran aktif pemerintah dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang dampak negatif pernikahan di usia sekolah.
“Ini pekerjaan rumah besar bagi pemerintah. Harus ada langkah konkret, bukan hanya sosialisasi biasa. Masyarakat harus benar-benar paham bahwa pendidikan adalah pondasi utama masa depan anak,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti pola pikir sebagian orang tua yang masih menganggap pendidikan cukup sampai anak bisa membaca, menulis, dan berhitung. Sikap ini, menurut Puji, menjadi faktor utama yang mendorong terjadinya pernikahan usia dini.
“Banyak orang tua yang berpikir kalau anak sudah bisa berhitung dan baca tulis, itu sudah cukup untuk bekerja atau berjualan di pasar. Ini pola pikir yang harus kita ubah,” ungkapnya.
Puji juga memperingatkan bahwa pernikahan dini tidak hanya berdampak pada pasangan anak-anak tersebut, tetapi juga terhadap generasi yang mereka lahirkan. Masalah sosial baru seperti jaminan pendidikan dan kesehatan anak menjadi tantangan lanjutan yang harus dihadapi.
“Anak-anak yang lahir dari pernikahan dini akan menghadapi berbagai persoalan. Mereka rentan kehilangan hak atas pendidikan, kesehatan, dan tumbuh kembang yang layak,” jelasnya.
Ia mendesak agar pemerintah kota lebih serius mengawal visi menjadikan Samarinda sebagai pusat peradaban yang ramah anak. Hal ini hanya bisa tercapai jika akar persoalan seperti pernikahan dini bisa ditangani secara menyeluruh.
“Kalau pemerintah serius ingin menjadikan Samarinda sebagai kota layak anak dan pusat peradaban, maka hal-hal seperti ini tidak boleh dibiarkan. Penghulu liar harus ditindak, dan pemahaman masyarakat harus diubah,” pungkasnya.(adv)