Samarinda – Rekor Bulan terpanas sepanjang sejarah umat manusia terjadi pada September 2023. Perubahan iklim yang ditandai dengan naiknya suhu menjadi ekstrim membuat perlu adanya penghematan penggunaan energi fosil, oleh karena itu Kaltim perlu menelaah ulang penggunaan bahan energi tersebut.
Tidak lepas dari peran jurnalistik, isu lingkungan yang menyajikan informasi terkait transisi energi perlu adanya pengawalan intens sehingga masyarakat sadar akan efek dari adanya transisi energi terbarukan yang positif.
Mendukung hal itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Samarinda dan Yayasan Mitra Hijau pun mengadakan pelatihan liputan mendalam isu transisi energi. Narasumbernya adalah Dewan Pembina Yayasan Mitra Hijau Dicky Edwin Hindarto dan jurnalis Harian Kompas Sucipto. Pelatihan ini diikuti 25 jurnalis dari berbagai media massa yang ada di Samarinda dan sekitarnya.
Dicky Edwin Hindarto, yang juga Konsultan Transisi Energi, Keberlanjutan, dan Pasar Karbon menjelaskan, kebutuhan energi terus naik, seiring dengan pertumbuhan penduduk. Sedangkan, emisi gas rumah kaca itu yang paling tinggi dari sektor energi. Dalam jangka 20 tahun meningkat tiga kali lipat.
Tak dimungkiri, PDRB Kaltim bergantung pada batu bara. Pada 2022, 44 persen PDRB Kaltim berasal dari sektor batu bara. Namun, permintaan produksi batu bara diprediksi turun sesuai dengan komitmen dunia untuk mengurangi penggunaan energi fosil.
Maka dari itu, transisi energi dilakukan. Masyarakat harus disiapkan dengan kemampuan baru. Juga menciptakan lapangan pekerjaan yang baru. Namun, Kaltim sudah mengalami transisi. Dahulu, Kaltim bergantung pada migas dan kayu, kini beralih ke migas dan batu bara.
Kaltim yang terlalu bergantung kepada energi fosil, ternyata menyimpan potensi besar sebagai daerah pembangkit listrik tenaga surya, bioenergi, pasang surut air laut, hingga hidro. Meski punya potensi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Misalnya, paparan sinar matahari pada pembangkit listrik tenaga surya, atau soal ketinggian permukaan pada pembangkit listrik hidro.
Disamping itu, Dewan Pembina Yayasan tersebut mengingatkan kepada seluruh pihak untuk saling perhatikan arah dari transisi hijau yang ramah lingkungan.
“Pentingnya media untuk membawa narasi transisi energi ini. Bebas, apakah dengan angle sentimen negatif atau positif, tapi tujuannya agar terus menjadi perbincangan,” jelasnya.
Salah satu bentuk kepedulian dari masyarakat khususnya kaum jurnalistik adalah dengan membuat liputan mendalam terkait energi hijau ini. Tulisan-tulisan ini dapat mejadi konsumsi publik yang komperhensif dan mudah dicerna, sehingga masyarakat tidak kaget dengan perubahan energi tersebut.
Jurnalis Harian Kompas Sucipto memberikan tips untuk liputan mendalam. Dia mengatakan, liputan mendalam memang jadi tantangan tersendiri. Tentu lebih menguras energi dan waktu dibandingkan menulis straight news.
“Tapi kita ingin menantang diri sendiri. Jangan menulis yang begitu-begitu saja,” kata dia.
Dia pun memaparkan kiat penulisan mendalam. Untuk mencari ide penulisan bisa datang dari informasi atau riset data terlebih dahulu. Bisa dengan membaca soal tulisan atau penelitian yang sudah ada. Lalu menetapkan angle berita atau sudut pandang berita. Apa yang bisa menjadi pertanyaan dan daya tarik untuk menjadi sebuah beria.
Setelah itu, menyiapkan kerangka tulisan. Bagian ini, kerangka tulisan akan memudahkan ketika menulis, karena sebagai panduan. Setelah itu, mulai menggali data, melakukan reportase, dan melengkapi bahan. Jika bahan sudah siap, penulisan bisa langsung dimulai. Usahakan dalam keadaan rileks saat menulis. Usai menulis, jangan langsung dikirim. Beri jeda dan baca ulang lagi. Kemudian revisi. Jika sudah mantap, baru dikirim ke redaksi. (Kurniawan)