Perda Tata Kelola Sempadan Sungai, DPRD Samarinda Susun Payung Hukum Relokasi dan Penataan DAS

Ketua Pansus III DPRD Samarinda, Achmad Sukamto.

Samarinda – Peraturan Daerah (Perda) tentang tata kelola sempadan sungai termasuk di daerah Karang Mumus tanpa regulasi yang jelas.

Oleh karena itu, PRD Kota Samarinda melalui Panitia Khusus (Pansus) III tengah merumuskan Peraturan Daerah (Perda) tentang tata kelola sempadan sungai.

“Perda ini akan menjadi dasar hukum penting untuk menata kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS), termasuk Sungai Karang Mumus, yang selama ini dikelola tanpa regulasi lokal yang memadai, kata Ketua Pansus III, Achmad Sukamto, Senin (5/8/2025).

Sukamto menyebutkan bahwa selama ini pengelolaan sempadan sungai belum punya aturan khusus di tingkat kota Samarinda.

“Karena itu, perda ini jadi langkah penting untuk mengisi kekosongan hukum tersebut,” ujar Sukamto.

Rancangan perda ini akan mengatur mulai dari pengelolaan sungai, pemanfaatan bantaran, mekanisme pengawasan, hingga sanksi bagi pelanggar. Hak dan kewajiban seluruh pemangku kepentingan juga akan diatur secara jelas.

Salah satu poin krusial, perda ini akan memperkuat landasan hukum kebijakan relokasi warga di bantaran sungai. Selama ini, proses tersebut hanya berpedoman pada Peraturan Wali Kota (Perwali) yang dinilai lemah secara hukum.

“Dengan perda, proses relokasi bisa dilakukan lebih terukur dan memiliki prosedur hukum yang sah,” jelasnya.

Dalam penyusunannya, DPRD bekerja sama dengan berbagai instansi teknis seperti Balai Wilayah Sungai (BWS), Dinas Cipta Karya, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim), serta Dinas Tata Ruang. Kolaborasi lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) ini dilakukan agar aturan selaras dengan kewenangan tiap lembaga.

Meski ada acuan nasional melalui Permen PUPR Nomor 28 Tahun 2015, Sukamto menilai aturan pusat tersebut belum menjawab kebutuhan teknis di lapangan, khususnya di Samarinda.

“Permennya ada, tapi belum ada pengalaman di tingkat Kota Samarinda. Jadi perda ini dibutuhkan untuk menjelaskan bagaimana implementasinya di lapangan,” tegasnya.

Sukamto juga menegaskan, pemilik bangunan di sempadan sungai yang memiliki sertifikat resmi akan tetap dilindungi haknya. Penyelesaian kasus seperti ini, menurutnya, harus melibatkan Kementerian ATR/BPN dan tidak bisa dilakukan sepihak.

“Kalau mereka punya surat resmi, tentu harus ada pembicaraan lanjutan. Ini tidak bisa dipaksakan sepihak,” katanya.

Ia mengakui, penyusunan perda ini memerlukan kehati-hatian karena harus sinkron dengan berbagai regulasi lain, termasuk Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

“Ini menyangkut banyak regulasi, jadi kami benar-benar hati-hati dalam menyusunnya,” pungkasnya. (Adv/Dprd Samarinda)

Pos terkait