Samarinda – Seorang warga kembali meregang nyawa setelah tercebur ke lubang bekas tambang batu bara di Samarinda. Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Anhar, menilai tragedi ini sebagai bukti nyata lemahnya pengawasan pemerintah serta minimnya tanggung jawab perusahaan tambang dalam menjalankan reklamasi.
Insiden terbaru ini menambah daftar korban jiwa akibat lubang tambang di Kalimantan Timur menjadi 52 orang sejak 2011. DPRD Samarinda mendesak perusahaan tambang bertanggung jawab penuh dengan melakukan reklamasi pasca-penambangan sesuai kewajiban.
“Sejak awal, perusahaan semestinya menutup lubang dengan aman, memasang rambu peringatan, hingga memastikan lingkungan sekitar tidak membahayakan warga,” ujar Anhar di Samarinda, Selasa (23/9/2025).
Meskipun Wali Kota Samarinda menargetkan kota ini bebas tambang pada 2026, Anhar mengingatkan bahwa penghentian izin tidak otomatis menyelesaikan masalah. Lubang bekas galian yang dibiarkan terbuka tetap menjadi ancaman serius bagi keselamatan masyarakat.
“Banyak lubang dibiarkan begitu saja. Bukan hanya merusak lingkungan, tapi juga merenggut nyawa,” tegas politisi PDIP itu.
Selain itu, ia menyoroti dana jaminan reklamasi yang dianggap tidak sebanding dengan skala kerusakan lingkungan. Ia mendorong adanya revisi aturan agar perusahaan tidak bisa menghindar dari kewajiban memperbaiki lahan pasca-eksploitasi.
“Reklamasi harus dijalankan dengan ketat, dan pemerintah wajib menegakkan aturan agar perusahaan patuh,” lanjutnya.
Tragedi ini mempertegas bahwa lubang tambang bukan sekadar persoalan lingkungan, tetapi juga masalah keselamatan publik. Lemahnya penegakan hukum dan minimnya koordinasi antarinstansi membuat kasus ini terus berulang. Jika reklamasi tidak segera diprioritaskan, korban dikhawatirkan akan terus berjatuhan.
“Diharapkan pemerintah dan perusahaan benar-benar bekerja sama untuk menuntaskan reklamasi, sehingga tidak ada lagi nyawa yang terenggut sia-sia,” pungkas Anhar. (Adv/DPRD Samarinda)







